Kata orang
kesan pertama selalu membekas dihati. Sepertinya ungkapan itu benar adanya dan
aku sungguh merasakannya sendiri. Pada saat liburan panjang semester 4 ini aku
menghabiskan waktu untuk berlibur sambil belajar bahasa Inggris di kampung
bahasa atau yang lebih dikenal dengan “Kampung Inggris” yang berada di Desa
Tulung Rejo, Pare, Kediri, Jawa Timur. Lokasinya berada di daerah yang cukup
jauh dari jangkauan hiruk pikuk aktifitas perkotaan. Lalu lalang sepeda lebih
mendominasi daripada kendaraan bermotor. Misalnya saja untuk menuju ke ATM kita
harus menempuh jarak kurang lebih 1,5 kilometer. Mungkin akan lebih cepat
apabila kita tempuh dengan menunggangi sepeda motor, tetapi kali ini kita harus
merasakan sensasi yang cukup berbeda daripada biasanya. Kemanapun kita pergi
sejauh apapun jaraknya harus menunggangi sepeda. Satu-satunya kendaraan yang
begitu berharga bagi kami pada saat itu di Kampung Inggris.
Sepeda-sepeda tersebut
tidak begitu saja kita tunggangi. Kita harus menyewanya di tempat persewaan
sepeda yang ada di Kampung Inggris tersebut. Setiap sepeda disewakan dengan
harga Rp 50.000,- selama 1 bulan. Berhubung pada saat itu aku hanya mengikuti
program belajar 2 minggu, jadi terpaksa harga Rp 50.000,- itu harus tetap
dibayarkan sesuai dengan ketentuan tempat persewan sepeda. Jadi harga 2 minggu
sama dengan satu bulan.
Di kampung
inggris aku bersama temanku menyewa sebuah kamar pada seorang nenek yang sangat
baik hati, beliau hanya tinggal seorang diri dirumahnya tersebut sehingga kamar
yang kosong beliau sewakan. Aku bersyukur mendapatkan tempat kos yang cukup
nyaman, kebetulan ada penghuni lain yang juga menyewa kamar kos di rumah mbah
in panggilan akrab nenek pemilik rumah kos tersebut. Mereka berasal dari tanah
Banjar dan lebih concern untuk
mendalami bahasa arab. Aku heran dengan kampung inggris yang sudah cukup
dikenal seantero Nusantara ini. Ternyata ada kisah menarik asal muasal Desa
Tulung Rejo hingga bisa terkenal dengan sebutan “Kampung Inggris.”
Berawal dari
seorang pendatang yang menikah dengan seorang gadis asli tulung rejo bernama
Mr. Kalend yang berasal dari Kalimantan yang memiliki niat mulia, beliau
mengajarkan bahasa inggris kepada warga di desa Tulungrejo. Niat awalnya untuk
mengabdikan diri hingga pada akhirnya ia mendirikan sebuah lembaga bernama BSE
yang juga menjadi pelopor lembaga lainnya yang ada di desa Tulung Rejo ini.
Ternyata “Kampung Inggris” awalnya diberi nama “Kampung Bahasa,” suatu ketika
ada sebuah media yang meliput tempat ini dan memperkenalkan kampung bahasa
menjadi kampung inggris. Hingga sampai saat ini predikat desa Tulung Rejo lebih
dikenal dengan sebutan “Kampung Inggris.” Sebenarnya jika ditelusuri lebih jauh
sepertinya kurang pas disebut kampung inggris sebab banyak lembaga disana yang juga
menawarkan kursus bahasa asing selain bahasa inggris, misalnya: bahasa arab,
bahasa korea, bahasa mandarin, dsb. Hanya saja kursus bahasa asing selain
bahasa inggris jumlahnya tidak sebanyak lembaga yang menawarkan kursus bahasa
inggris.
Begitulah sejarah
singkat yang diketahui dari seorang narasumber yang tak lain adalah nenek
pemilik rumah kos yang kami tempati selama disana. Sekarang lanjut lagi cerita
selama aku menghabiskan waktu libur semester di kampung inggris ini. Sebenarnya
aku tidak mengetahui informasi sedikitpun tentang kampung inggris sebelumnya,
tanpa ajakan dari seorang teman mungkin sampai saat ini tempat yang berlokasi
di provinsi jawa timur itu akan tetap asing ditelingaku.
Awalnya Latif
sapaan akrab seorang teman yang pertama kali menawariku untuk menghabiskan
waktu liburan sambil belajar bahasa inggris di “Kampung Inggris.” Dia begitu
antusias pada waktu itu, aku yang mendengar cerita kawannya yang pernah kesana
sepertinya cukup mengasyikan dan aku mulai tertarik untuk menyusun agenda
liburan semester ke Kediri. Bersama Tari teman sekelasku, kami mendiskusikan
rencana liburan sambil belajar bahasa inggris. Ternyata kampung inggris sudah
tak asing lagi ditelinga teman-temanku ini, akhirnya aku sadar kalau ternyata
aku kudet alias kurang update dan kali ini harus ku akui itu.
Mulailah kami
mencari informasi seputar kampung inggris tersebut. Dengan kecanggihan abad 21
dengan cepat kami memperoleh informasi seputar kampung inggris melalui mesin
pencari “mbah google” yang serba tahu segala hal di dunia ini. Setelah kami
pelajari artikel di alamat web yang memuat informasi lengkap tentang kampung
inggris yaitu http://www.kampunginggris.com,
kami cukup tertarik dengan salah satu lembaga yang bernama Global-E. Akhirnya
setelah dicapai kesepakatan, aku dan Tari registrasi online pada lembaga
tersebut. Latif tidak ikut serta kami daftarkan sebab belum ada kepastian
darinya apakah jadi berangkat atau tidak. Selesai registrasi kami mentransfer
sejumlah uang tunai kenomer rekening yang tercantum dalam situs tersebut.
Jenjang waktu
antara registrasi online dan kegiatan belajar mengajar di kampung inggris masih
lama yaitu sekitar satu bulan, kebetulan pada bulan Juni kami harus
mempersiapkan ujian akhir semester (UAS) dan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) ke
Malang – Bali. Selama mempersiapkan kedua agenda tersebut tak mengurangi
sedikitpun antusiasme kami untuk segera merasakan atmosfer kampung inggris.
Tibalah waktunya untuk UAS dan Alhamdulilah ujian yang berlangsung selama 10
hari tersebut berjalan lancar, dilanjutkan agenda berikutnya yaitu KKL ke
Malang – Bali. Selama 1 minggu kami menghabiskan waktu untuk menghabiskan waktu
berkunjung ke tempat-tempat yang ada di Malang dan Bali sesuai daftar yang
sudah disusun oleh panitia KKL. Aku pikir perjalanan ke Malang – Bali telah
menimbulkan efek trauma pada diriku untuk menempuh perjalanan darat dengan
mengendarai bis selama berhari-hari. Ada sedikit kejadian yang aku sendiri tak
ingin mengalaminya lagi. Tapi selebihnya KKL ke Malang – Bali cukup
menyenangkan apalagi bersama sahabat-sahabat dekat.
Tak terasa
waktu berjalan cepat, kedua agenda tersebut akhirnya bisa terlaksana dengan
lancar. Masih ada waktu 1 minggu lagi untuk mempersiapkan “Holiday Program to Kampung Inggris.” Aku menanyakan kepada Latif
tentang kepastiannya ke kampung inggris, ternyata dia tidak jadi berangkat
dengan alasan kegiatan di kampus. Berita tersebut tidak menyurutkan niatku dan
Tari untuk berangkat hanya berdua saja, sebab semuanya telah kami persiapkan
sejak jauh hari termasuk registrasi secara online. Segala macam keperluan
selama di kampung inggris telah selesai di packing, tiket kereta menuju ke
Kediri pun telah siap di tangan.
Sampailah pada
hari yang ditunggu, pagi itu Senin tanggal 23 Juli 2012 kami bergegas menuju
Stasiun Lempuyangan supaya tidak ketinggal kereta yang tercantum di jadwal akan
berangkat pukul 05.46, setelah sampai di stasiun ternyata jadwal kereta mundur
1 jam. Terpaksa kami harus menunggu, untuk mengatasi boring akhirnya sesi
obrolan yang gak jelas ngalur ngidulpun menjadi salah satu solusi yang tidak
solutif untuk mengatasi kejenuhan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar